Firdan Pahlevi
Catatan Kecil Firdan
Senin, 28 Maret 2011
Sejarah Kota Jember
Sekalipun masih ada pihak-pihak dari masyarakat yang mempersoalkan kelahiran kota Jember dengan versi ataupun pendapat yang lain, namun dengan tidak mengurangi rasa hormat tentang perbedaan ini, penulis hanya ingin mengungkapkan fakta sesuai dengan kemampuan, sumber data terpercaya, mereka-mereka para kakek-nenek dan buyut, yang masih peduli dengan Jember yang dimiliki. Walaupun secara resmi Kabupaten Jember dinyatakan lahir tahun 1928, namun situasi dan kondisi daerah sampai dengan lahirnya kemerdekaan Rl tahun 1945 belum begitu nampak terjadinya perubahan yang signifikan. Sehingga ketika tulisan ini dimulai dari hari yang bersejarah tersebut, tidak akan mengalami pergeseran yang berarti. Saat proklamasi dikumandangkan oleh Presiden Soekarno lewat radio (RRI) sebagai satu-satunya alat informasi dan komunikasi yang ada , orang-orang pada berkumpul di depan kantor Pasar Tanjung yang dulu belum mempunyai nama dan hanya disebut pasar Jember, karena nama tersebut baru diwujudkan setelah tumbangnya Orde Lama ke Orde Baru seputar tahun 1966, yang diambil dari nama Jalan sebelah Barat yang sekarang bernama Jl. HOS Cokroaminoto’. Orang-orang / masyarakat Jember pada saat itu berkumpul di halaman Pasar Tanjung hanya sekedar ingin mendengarsiaran-siaran Pemerintah? Karena satu-satunya alat komunikasi dan informasi hanya lewat radio yang’ dikumandangkan di kantor Pasar Tanjung. Masyarakat pada waktu itu tidak ada yang memiliki radio. Di situlah mereka bertemu dan bersilaturrahmi antar kampung di sekitar Pasar Tanjung. Pusat keramaian Kota Jember pada tahun 50-an hanya berkisar di Pasar Tanjung sampai dengan Jl. Raya Sultan Agung lewat Jalan Diponegoro yang dahulu bernama jalan Imam Syafi’i. Pasar Tanjung dibuka hanya pagi sampai sore hari (dulu masyarakat menyebut sampai dengan waktu Ashar), karena setelah memasukijam 17.00, pasar Tanjung yang dikelilingi oleh pagar kawat berduri ditutup total, sehingga tidak ada kegiatan pasar sama sekali. Di depan kantor pasar yang terietak di bagian Selatan masih tersisa lahan begitu luas yang sekarang sudah berdiri sebuah bangunan pertokoan di bawah Water Tower. Saat itu lahan tersebut digunakan pasar sore. Sedangkan pagi sampai sore hari dipakai untuk terminal bis bagian Timur, sedangkan sebelah Barat adalah terminal opiet, yakni sejenis angkutan mobil penumpang dan Jember ke daerah Kecamatan dengan menelusuri jalan kabupaten yang pada umumnya diaspal separo jalan dan selebihnya adalah makadam. Sebelah Barat dan Utara pasar adalah terminal dokar, yakni angkutan penumpang kereta yang ditarik seekor kuda antar Kecamatan terdekat dengan kota Jember. Terminal bis dan angkutan kota yang sekarang bernama Tawang Alun dan terletak di daerah Kaiwining Kecamatan Rambipuji, telah mengalami perpindahan tiga kali. Yakni dari Pasar Tanjung pindah ke jalan Cokroaminoto yang sekarang telah dibangun kantor Telkom, kemudian pindah lagi sekitar tahun 1968 ke daerah Gebang di jalan Kenanga, baru yang terakhir sekitar tahun 80-an dipindahkan ke Kaliwining Rambipuji yang dulu adalah sebuah lahan tempat parkir kendaraan-kendaraan militer yang didatangkan dari Rusia (Uni Soviet). Memasuki kota Jember dari arah Barat melalui patung dr. Soebandi yang terletak di jalan double way Gajah Mada yang pada malam hari, menyuguhkan keindahan kota dengan berbagai tatanan lampu hias yang membujur sampai di pertigaan jalan Cokroaminoto, dahulu ditahun 50-an sampai dibangunnya double way oleh Pemerintah Daerah di bawah Bupati’Abdoel Hadi sangat sepi dan termasuk wilayah luar kota dan masih terlihat sebagian besar tanah persawahan. Yang dimaksud kota Jember pada waktu itu di tahun 50-an hanyalah Pasar Tanjung ke arah Barat sampai pertigaan Cokroaminoto / Gajahmada belok ke arah Timur ke Jalan Raya Sultan Agung sampai alun-alun terus ke selatan jalan Ahmad Yani (Temba’an) sampai ke pertigaan jalan Trunojoyo dan kembali ke pasar Tanjung. Terbukti daerah-daerah yang berbatasan dengan kota Jember seperti MangU, Patrang, Sumbersari, Sukorejo, Kebonsari, Tegal Besar dan Sukorambi apabila hendak bepergian ke pasar Tanjung selalu menyebut ke Pasar Jember. Gedung-gedung perkantoran dan mesjid yang terletak begitu megah diseputar alun-alun kota Jember telah banyak mengalami perubahan, pergantian dan renovasi. Bank Mandiri yang dulu bernama Bank Bumi Daya bagian Utara sebelumnya adalah Kantor NahdIatuI Ulama Cabang Jember, Rumah Dinas Bupati yang sekarang (Wahyawibawagraha), sebelumnya adalah markas militer yang pada masa pemerintahan Bupati Abdul Hadi dipindah tangankan kemudian dibangun sebagai Wisma Daerah, di sebelah Timurnya terletak kantor Pos yang sebelumnya adalah Kantor Pos, Telepon dan Telegrap menjadi satu, sedangkan sebelah Timurnya terletak kantor Bank BNI ‘46 Cabang Jember yang dibangun sekitar tahun 1960-an telah mengalami renovasi sekitar tahun 1990-an sehingga nampak seperti sekarang ini. Kantor Dinas Bupati Jember yang menempati lahan sebelah Timur BNI ‘46 dahulu adalah Kantor Pengadilan Negeri yang telah dipindahkan tangan ke pihak swasta sekitar tahun 80-an kemudian dibangun Kantor Bank BHS yang tidak terselesaikan, akhirnya dibeli oleh Pemerintah Kabupaten Jember, dijadikan Kantor Bupati dan sempat ramai dipermasalahkan oleh masyarakat karena kurang bermanfaat, yang menelan biaya begitu besar. Sedang gedung penjara, tidak mengalami perubahan sejak berdiri darijaman Belanda. Adapun kantor BRI yang berdiri dijalan Ahmad Yani sebelah timur alun-alun sebelumnya adalah sebuah Hotel Jember yang tidak terurus karena pemiliknya adalah seorang warga negara Belanda yang akhirnya berpindah tangan menjadi BRI Cabang Jember yang sebelumnya menempati bangunan di jalan Kartini berhadapan dengan Gereja Katholik St. Yusup. Kantor Bank Mandiri yang terletak disebelah timur alun-alun yang sebelumnya bernama Bank EXIM dahulu adalah sebuah kantor markas CPM sampai batas Bank Jatim. CPM saat itu dipindahkan ke Sukorejo sampai sekarang. Kantor Bank BTN (Bank Tabungan Negara) yang menempati sebelah selatan Bank Jatim sebelumnya adalah Gedung Bank Indonesia yang sekarang pindah ke Jalan Gajah Mada. Lokasi ini sebelum dibangun kantor Bl tahun 1950-an adalah lahan kosong yang dipergunakan sebagai TPS (Tempat Pembuangan Sampan). Kantor Pemerintah Kabupaten Jember yang nampak begitu megah terletak di sebelah Selatan alun-alun dibangun pada awal era Orde Baru sekitar tahun 70-an di bawah Bupati Abdul Hadi yang banyak berjasa pada pembangunan daerah Kabupaten Jember antara lain Kantor Pemerintah Kabupaten, Masjid Jamik Al BaitulAmin, Double Way Kaliwates, lapangan Golf Glantangan dan Pembangunan PasarTanjung. Pada waktu itu Kantor Pemerintah Daerah hanya menempati lokasi sebelah Timur menghadap jalan Ahmad Yani menjadi satu dengan Kantor DPRD yang sekarang telah dipindahkan kejalan Kalimantan Tegalboto, sedang lahan sebelah Barat kantor Pemda adalah Rumah Dinas Bupati dengan halaman begitu luas, sehingga sering dipakai kegiatan kepanduan (sekarang bernama Pramuka) dari berbagai kelompok kepanduan yang ada di Jember antara lain Pandu KBI (Kepanduan Bangsa Indonesia), Pandu Rakyat, Pandu SIAP dan Pandu Ansor. Di depan Kantor Pemda terhampar alun-alun kota dahulu di tengah-tengah tumbuh pohon beringin sangat besar sekali yang ditebang di era tahun 70-an. Disitulah Presiden kita yang pertama yakni Ir. Soekarno pernah berpidato pada tahun 1956 atas kunjungannya ke Jember. Disebelah barat aloon-aloon berdiri sebuah me’sjid yang begitu arsitektur yang dibangun dibawah koordinasi Bupati Abdul Hadi. Mesjid ini selain dibiayai Pemerintah Daerah, juga berasal dari masyarakat, karena Bupati memerintahkan para kepala desa untuk ikut berpartisipasi dengan mendorong masyarakat memberikan sumbangan. Ternyata respon masyarakat begitu besar, mereka berbondong-bondong memberikan sumbangan material berupa kelapa yang dikumpulkan kepala desa dan dijual, ( hasilnya disumbangkan untuk pembangunan mesjid Jami’ ) AI-BaituI Amin. Sebelum dibangun mesjid, tempat ini adalah kantor kawedanan (pembantu bupati), sedang mesjid sebelah ( selatan adalah mesjid lama yang dibangun pada jaman penjajahan Belanda dan tidak dibongkar karena mempunyai nilai historis. Perbatasan kota bagian Selatan sebelah Timur adalah sampai ke Jembatan “Gladak Kembar” yang pada waktu itu hanya merupakan jalan Jembatan kecil dan sangat terjal sekali, sehingga berat muatan kendaraan tidak boleh lebih dari 3 ton. Disebut “Gladak Kembar” sebab Jembatan bagian sebelah Barat hanya untuk kendaraan kecil (dokar dan sepeda serta becak), sedang belahan bagian Timur untuk kendaraan berat bermesin (truk, bus dan sedan). Di sebelah Timur yakni jalan Piere Tendean terietak.. gedung yang terkenal dengan sebutan SMAN Negeri I, gedung-gedung disekitarnya yakni Gedung Perpustakaan Daerah, Gedung Imigrasi, Gedung Kantor Perikanan, Gedung Kejaksaan sampai ke Gedung RRI dahulu di tahun 50-an adalah sebuah lapangan sep.ak bola. Depan SMAN I di seberang jalan, saat ini berdiri sebuah Puskesmas, dahulu adalah tempat pasar sapi mingguan, sehingga namanya menjadi “Pasar Sabtuan” dan baru dipindahkan seputar; tahun 66 ke daerah Muktisari, disebelah Selatan markas Armed 08, yang akhirnya mengalami perpindahan di daerah Kecamatan Jenggawah. Markas Armed sebelumnya adalah markas Batalion Infantri 509 yang dipindah sekitar tahun 60-an ke daerah Sukorejo (4 km) dariAlun-alun kota. Di markas ini pula pernah sempat berdiri sebuah Sekolah Pendidikan Guru yang dikenal dengan sebutan “Normal School” dan oleh karenanya, wilayah ini sering mendapat sebutan normal. Kembali kita ke jalan Trunojoyo dan terlihat ada bangunan gedung “GNI”. Gedung ini dahulu adalah gedung pertemuan untuk umum milik sebuah yayasan yang diketuai Bapak Soedjarwo, Mantan Bupati Kepala Daerah Jember tahun 1960. Tanah seluas ±1,5 hektar terbentang dari jalan, Trunojoyo dan sudah dibangun perkantoran dan pertokoan, sebelum tahun 1955 merupakan lapangan sepak bola yang terkenal dengan sebutan DSP (bahasa Belanda), yang sering digunakan untuk “Kerapan Sapi”, sedangkan di seberang jalan • sebelah Utara Trunojoyo yang sekarang berdiri bangunan “Jember Business Center”, kecuali SMA Katholik Santo Paulus, pada tahun 1950 adalah persawahan sampai ke . arah Timur depan Pasar Kepatihan Di depan Pasar Tanjung terietak sebuah jalan KH. Shiddiq. Nama jalan ini diambil dari nama seorang Ulama besar yang konon adalah yang “babatalas” Kota Jember, yang melahirkan tokoh-tokoh Ulama KH. Machfudz Shidiq yang sempat menjadi delegasi pada pertemuan Ulama sedunia di Jepang i tahun 1930-an dan KH. Achmad Shiddiq yang pernah dipercaya menduduki jabatan Ketua Surriah NU di tahun 1990-an dan pernah memimpin delegasi Ulama NU Jawa Timur menghadap Presiden Soekarno untuk menyampaikan sikap Ulama Jawa Timur terhadap peristiwa G 30 S dan partai PKI, yang telah melakukan kudeta terhadap Negara Rl. Batas kota di jalan KH. Shiddiq ini di tahun 50 an hanya sampai pada lapangan sepak bola Talangsari. Sedangkan ke arah Selatan selebihnya adalah hamparan sawah sampai batas sungai Bedadung yang berbatasan dengan desa Tegal Besar yang pada waktu itu jembatan belum dibangun. Sehingga penduduk yang berada di sekitar jembatan Bedadung sekarang apabila hendak bepergian ke Pasar Tanjung harus melingkar melalui jalan Suprapto (Kebon Sari). Kemudian dari jalan KH. Shiddiq menelusuri jalan Sentot Prawirodirjo sampai ke jalan Gajah Mada dekat . pompa bensin merupakan hamparan persawahan yang mutai dibangun perumahan di seputar tahun 80 an. Beralih ke sebelah Barat Pasar Tanjung terletak sebuah jalan Cokroaminoto yang sebelumnya bernama jalan Tanjung. Lokasi gedung Telekomunikasi yang terietak di jalan ini telah mengalami pergantian fungsi sebanyak tiga kali dan yang pertama adalah sampai i tahun 1960 adalah tempat parkir Cikar (pedati yang ditarik oleh 2 ekor sapi, sedangkan 2 buah roda kanan kiri terbuat dari kayu yang dilapisi besi) dan roda ini dibuat besar sekali sehingga mengganggu kondisi jalan yang beraspal karena tidak dilapisi ban karet. Baru di seputar. tahun 70-an kendaraan ini menjadi punah karena tidak layak pakai, sesuai dengan perkembangan dan kemajuan jaman yang tidak memakai tenaga sapi lagi sebagai alat angkutan. Oleh karenanya seluruh jalan kabupaten dibuat separo jalan adalah makadam, yang khusus dilewati pedati. Kemudian sebelah Timur lokasi parkir cikar ini yakni tepatnya di belakang toko sepatu H. Anwar Cokroaminoto / jalan Samanhudi dan sekarang telah berdiri toko alat-alat tulis Putra Jaya adalah tempat parkir dokar sampai tahun 50-an. Setelah itu menjelang tahun 1955 dijadikan markas atau sekretariat Partai Masjumi Cabang Jember. Pada Pemilu pertama di Indonesia tahun 1955, kantor ini sangat ramai karena waktu itu, Masjumi masih mengalami kejayaan yang pada akhirnya dibubarkan pemerintah di tahun 1959. Di sebelah Barat Kantor Telkom sekarang di jalan Cokroaminoto terdapat bangunan gedung sebagai tempat kegiatan Pusat Pelatihan Olah Raga Bulu Tangkis ditahun 1960-an adalah tempat pemotongan sapi (jagal sapi) yang sekarang telah pindah di Talangsari (jalan Sentot Prawirodirjo). Kita menuju Barat, di jalan Gajah Mada sekitar Masjid Al Huda baru dibangun setelah usainya peristiwa G 30 Sl PKI di tahun 1965. Saat itu satu-satunya kantor yang besar dan megah hanyalah kantor PTP 26 (sekarang PTPN XII), yang dahulu di jamah Belanda sampai awal kemerdekaan bernama LMOD, kemudian berganti nama jadi PNP (Perusahaan Negara Perkebunan) dan akhirnya menjadi nama PTP Nusantara sekarang ini. Dari Al Huda menuju .sebelah Utara yakni jalan Melati (sekarang) sebelumnya bernama jalan Pattimura dikenal dengan sebutan Tumpeng sebagai daerah hitam (tempat pelacuran) pertama yang legal tepatnya di belakang SD Negeri sebelah Selatan pasar Gebang. Pada umumnya masyarakat Jember waktu itu sangat malu menyebut kata “Tumpeng” karena berkonotasi tempat pelacuran, dan sekitar tahun 60-an baru dipindahkan ke Kaliputih Rambipuji dan yang terakhir dipindahkan lagi ke daerah Puger. Daerah ini dulu sangat sepi karena lokasi yang saat ini ditempati pasar Gebang, dulu adalah pekuburan Belanda yang digusur Pemda.setempat tahun 70-an. Sehingga pada malam hari sangat menakutkan dan jarang dilewati orang. Sedang yang terakhir adalah perbatasan dengan daerah Patrang yang terietak di daerah seputar perempatan Jl. PB Sudirman depan SMP Negeri 2. Gedung SMP ini .dulu adalah Sekolah Rakyat (SR) Negeri Pagah yang juga dikenal dengan sebutan SR Gudang Garam yang akhirnya dipindah menjadi SD Kompiek Pagah I, II dan IV, letaknya tepat didepan Asuransi Jiwasraya. Saat ini sekolahan itu berubah nama menjadi SD Jember Lor I,II, dan IV. Dt depan gedungSMPN2 dahulu adalah sebuah kantor dan gudang garam (bukan rokok cap gudang garam) yang telah berpindah tangan beberapa kali dan akhirnya menjadi tempat kursus Technos. Oleh karenariya daerah ini dulu dikenal dengan sebutan “Gudang Garam”, sedangkan perkampungannya di sebelah Timur BRI, Mandiri dan Bank Jatim dulu dikenal dengan julukan “Wetan Kantor”, karena waktu itu perkantoran yang ada di Jember hanyalah di seputar aloon-aloon. Dari perempatan SMP 2 ke arah sebelah Timur sebelum sampai jembatan Semanggi, di bagian Utara jalan ada lahan kosong yang dulunya sampai pada tahun 1960-an terkenal dengan sebutan nama “Glayer”, yang sebenarnya adalah “Dryer” atau tempat pengeringan kayu olahan dan penggergajian kayu yang besar sekali. Di tikungan pertigaan jalan depan RS Jember Klinik dahulu terietak Kantor Sekretariat partai yang terkenal dengan sebutan PKI. Dimana pada tanggal 2 Oktober 1965 dirusak dan dihabisi massa karena keterlibatannya dengan peristiwa G 30 S/PKI. Namun di era menjelang tahun 70-an, tempat ini tak terurus, sehingga terkesan menjadi hilang begitu saja. Adapun jembatan yang dikenal dengan sebutan Semanggi, pada waktu itu belum dibangun sampai tahun 60-an, sehingga penduduk di daerah Tegal Boto yang sekarang menjadi wilayah kampus Universitas Jember apabila bepergian menuju kota Jember harus naik perahu getek atau melingkar ke Utara melalui jembatan Soedjarwo yang dibangun sekitar tahun 1970-an. Wilayah Tegal Boto saat itu masih merupakan daerah persawahan dan tegal dan berpenduduk sedikit sekali yang tidak tersentuh oleh kehidupan perkotaan. Di Selatan alun-alun ada jalan Ahmad Yani yang dikenal dengan nama kampung Temba’an, dan ada satu lokasi depan Kantor Pemda sebelah Timur yang sekarang telah dibangun pertokoan disebut perkampungan “Undak-undak selikui” yang dikenal sebagai daerah hitam karena disini terdapat tempat prostitusi (pelacuran) illegal yang beroperasi sampai tahun 60-an yang saat ini nama lokasi ataupun tempat kegiatan prostitusi tersebut tidak lagi terdengar, bahkan telah hilang dari ingatan masyarakat Jember. Sedangkan kampung Temba’an yang berada di sebelah selatan sampai batas pertigaan jalan Trunojoyo, di sebelah Timur perkampungan dekat sungai Bedadung di jaman penjajahan Jepang dijadikan tempat latihan tembak, sehingga kemudian daerah tersebut dikenal dengan nama kampung Temba’an. Setelah usai penjajahan Jepang, tempat tersebut tidak lagi terpakai untuk kegiatan latihan tembak, namun sebutan nama kampung Temba’an tidak bisa hilang begitu saja. KESENIAN dan OLAH RAGA Olah raga terutama dunia sepak bola merupakan satu-satunya hiburan bagi masyarakat Jember, karena hiburan kesenian yang menonjol di Jember hanyalah mendengarkan alunan musik orkes melayu yang dikumandangkan dari stasiun RRI dengan Klub orkes Melayu yang terkenal saat itu yakni Bukit Siguntang dari Jakarta dengan penyanyi terkenalnya seperti Husen Bawafi dan Mashabi, Begitu iuga dari Surabaya dengan group musik orkes Melayu “Sinar Kumala” dengan penyanyi Ida Laila dan A. Kadir yang tak kalah tenarnya dengan penyanyi Jakarta. Rata rata dalam satu minggu sekali setelah berita dunia RRI pada jam 21.00 hampir seluruh perkampungan dikota Jember jalanan menjadi sepi karena masyarakat kota Jember berkumpul disatu tempat yang memiliki radio (karena tidak semua masyarakat memiliki radio) semata mata hanya untuk mendengarkan lagu lagu Melayu yang diperdengarkan dari kedua Orkes Melayu tersebut diatas. Masyarakat Jember rupa-rupanya tidak memiliki spesifik kehidupan kesenian, karena penduduk Jember rata-rata (mayoritas) adalah penduduk imigran dari Madura terbanyak dan sebagian Jawa dari daerah sekitarnya yang rata-rata adalah pendatang pencari kerja dan tidak membawa misi kesenian. Hampir bisa dipastikan ketika Jember dinyatakan sebagai Daerah Kabupaten 78 tahun yang lalu tidak ada penduduk yang lahir asli di Jember. Hiburan lain bagi penduduk Jember yang dapat dinikmati adalah menonton film di bioskop-bioskop yang jumlahnya waktu itu ada sebanyak 8 gedung, yaitu gedung bioskop Grand yang terletak disebelah selatan mesjid Jamik yang direnovasi sebelum tahun 60-an dan berganti nama menjadi Cathay. Namun beberapa tahun kemudian mengalami kebakaran dan akhirnya dan tidak berfungsi lagi. Gedung tersebut kemudian dijual dan akhirnya menjadi kantorTelkom sampai saat ini. Yang kedua, gedung bioskop Kusuma, terletak di jalan Gatot Subroto adalah satu-satunya yang masih beroperasi sampai saat ini. Gedung bioskop ini mengalami pergantian nama beberapa kali, ketika pertama kali dibangun tatiun 1955 bernama bioskop Ambasador, kemudian berganti nama setelah pemerintah melarang memakai nama asing, sehingga di tahun 60-an berganti nama menjadi bioskop Duta, lalu berubah menjadi kusuma sampai saat ini.
Langganan:
Postingan (Atom)